Sejak tahun 19thabad ini, teori magnetisme telah berkembang pesat, dan bahan-bahan magnet baru terus ditemukan. Magnet permanen telah banyak digunakan di berbagai bidang sebagai bahan fungsional yang penting. Dapat dikatakan bahwa tidak akan ada industri tenaga listrik, otomasi industri, dan industri informasi modern tanpa bahan magnet. Bahan magnet permanen, bahan magnet lunak, dan bahan perekam magnet dianggap sebagai tiga bahan magnet utama, kemudian mereka membentuk keluarga besar bahan magnet dengan bahan pendingin magnet, bahan magnetostriktif, bahan penyerap magnet, dan bahan spin-elektronik yang baru dikembangkan. Bahan magnet permanen yang juga dikenal sebagai bahan magnet keras, merupakan bahan magnet yang paling awal digunakan dalam sejarah manusia. Tidak seperti disiplin ilmu lainnya, magnetisme melewati proses dari teknologi ke sains. Orang Cina menggunakan batu magnet untuk membuat kompas sejak 300 SM. Namun, bahkan jika orang telah memanfaatkan magnetisme materi, kognisi manusia terhadap magnetisme meningkat ke tahap teoritis hingga tahun 19thabad dan magnet mulai berkembang pesat.
1820: Fisikawan Denmark Hans Christian Ørsted menemukan efek magnetik arus dan pertama kali menunjukkan hubungan antara listrik dan magnet.
1820: Fisikawan Prancis André-Marie Ampère mengilustrasikan induktor berlistrik dapat menghasilkan medan magnet dan gaya interaksi antara induktor berlistrik.
1824: Insinyur Inggris William Sturgeon menemukan elektromagnet.
1831: Ilmuwan Inggris Michael Faraday menemukan induksi elektromagnetik, kemudian mengungkapkan hubungan inheren antara listrik dan magnet yang meletakkan dasar teoritis untuk penerapan teknologi elektromagnetik.
1860-an: Ilmuwan Skotlandia James Clerk Maxwell menemukan teori medan elektromagnetik terpadu dan persamaan Maxwell. Sejak saat itu, pemahaman manusia terhadap fenomena magnetik benar-benar dimulai.
Perkembangan teori magnet juga mempercepat penelitian terhadap sifat-sifat magnetik suatu benda.
1845: Michael Faraday membagi Magnetisme dalam Materi menjadi diamagnetisme, paramagnetisme, dan feromagnetisme menurut perbedaan kerentanan magnetik.
1898: Fisikawan Prancis Pierre Curie mempelajari hubungan antara diamagnetisme, paramagnetisme, dan suhu, lalu merumuskan hukum Curie yang terkenal.
1905: Fisikawan Prancis Paul Langevin menggunakan teori mekanika statistik klasik untuk menjelaskan ketergantungan suhu pada paramagnetisme tipe I. Kemudian fisikawan Prancis lainnya, Léon Brillouin, mempertimbangkan diskontinuitas energi magnetik dan mengusulkan teori paramagnetisme semiklasik berdasarkan teori Langevin.
1907: Fisikawan Prancis Pierre-Ernest Weiss menghasilkan teori medan molekuler dan konsep domain magnetik yang terinspirasi oleh teori Langevin dan Brillouin. Teori medan molekuler dan domain magnetik dianggap sebagai dasar teori feromagnetik kontemporer, sehingga menciptakan dua bidang penelitian utama, teori magnetisasi spontan dan teori magnetisasi teknis.
1928: Fisikawan Jerman Werner Heisenberg menetapkan model aksi pertukaran dan mengilustrasikan esensi dan asal-usul medan molekuler.
1936: Fisikawan Soviet Lev Davidovich Landau menyelesaikan karya besarnyaKasar Fisika Teoritisyang secara komprehensif dan sistematis merangkum teori elektromagnetik dan feromagnetik modern. Setelah itu, fisikawan Prancis Louis Néel mengusulkan konsep dan teori anti-feromagnetisme dan ferrimagnetisme.
Sementara itu, teori feromagnetik memainkan peran yang semakin penting dalam penelitian dan pengembangan magnet permanen.
1917: Penemu Jepang Kotaro Honda menemukan baja KS.
1931: Ahli metalurgi Jepang Tokushichi Mishima menemukan baja MK. Baja MK dapat dianggap sebagai pelopor magnet AlNiCo. Magnet AlNiCo juga dikenal sebagai generasi pertama magnet permanen.
1933: Yogoro Kato dan Takeshi Takei bersama-sama menemukan magnet ferit. Magnet ferit adalah generasi kedua dari magnet permanen dan masih menempati porsi besar magnet permanen saat ini.
1967: Karl J. Strnat menemukan paduan logam tanah jarang Coblat tipe 1:5 bersama rekan-rekannya. Sifat magnet magnet tanah jarang Cobalt tipe 1:5 yang disinter berkali-kali lipat lebih baik daripada magnet AlNiCo. Pada saat ini, generasi pertama magnet permanen tanah jarang muncul.
1977: Teruhiko Ojima dari TDK Corporation telah membuat kesuksesan besar dalam pengembangan Samarium Cobalt sinter tipe 2:17 yang mengumumkan lahirnya generasi kedua magnet permanen tanah jarang.
1983: Ilmuwan Jepang Masato Sagwa dan ilmuwan Amerika John Croat masing-masing menemukan magnet Neodymium sinter dan bubuk lelehan Neodymium. Sebagai generasi ketiga magnet permanen tanah jarang, kemunculan magnet Neodymium sangat memudahkan pengembangan bidang terkait.